Saya tidak tahu lagi harus kemana menyampaikan keluhan saya atas layanan yang tidak profesional dan membahayakan nyawa.
Pada akhir November 2022, istri saya memeriksakan diri ke RS Gatoel Mojokerto dibantu dokter SpOG berinisial Dr. AR dengan keluhan yaitu haid dan bercak darah atau flek.
Melalui USG diketahui adanya kista dengan diameter 7 Cm, kemudian istri saya diberikan terapi obat hormon. Namun, kondisi tidak membaik karena pendarahan seperti menstruasi masih terjadi.
Pada 9 Januari 2023, istri saya kembali berkonsultasi, setelah mendengar resiko dan kemungkinan yang dijelaskan Dr. AR maka saya dan istri memutuskan untuk mengikuti saran berupa tindakan operasi histerektomi.
Saat itu, langsung dijadwalkan pada 12 Januari 2023, sehingga di waktu yang sama istri direkomendasikan tes lab darah, radiologi dan PCR.
Pada H-1 sebelum operasi kami sudah mulai rawat inap dan operasi dimulai pukul 07.00 WIB, namun saya baru bisa menemui istri di ruang perawatan pukul 13.00 WIB, sepanjang operasi atau pasca operasi tidak ada penjelasan dari dokter, bahkan hingga kami pulang Dr. AR tidak pernah visit untuk menjelaskan atau memeriksa kondisi istri saya.
Hingga pada 14 Januari 2023 saat kami pulang pun tidak pernah menjumpai Dr. AR, istri saya hanya dibekali anti nyeri dan anti biotik untuk 3 hari, sedangkan jadwal kontrol dilakukan 23 Januari 2023 yang kemudian bahkan diundur hingga 25 Januari 2023 karena cuti bersama.
Saat obat sudah habis istri mengalami nyeri tak tertahankan sehingga saya bawa kembali ke RS. Gatoel untuk mendapatkan pertolongan, setelah diperiksa bidan obgin yang bertugas saat itu istri saya hanya diberikan asam mefenamat.
Pada 25 Januari 2023, akhirnya kami bisa bertemu dengan Dr. AR, istri menyampaikan keluhannya yaitu sakit pada bagian perut atas, Dr. AR menyampaikan dengan ketus bahwa sakit tersebut tidak ada hubungannya dengan bagian yang dioperasi.
Kami pulang dengan kecewa, tiga hari kemudian luka jahitan mengeluarkan nanah berkelanjutan dan nyeri perut hingga vagina disertai rembesan cairan bening yang bukan urine.
Sehingga kami putuskan kembali ke IGD RS Gatoel namiun hanya dibersihkan dan diberi tambahan antibiotik.
Dua hari kemudian kami memutuskan mendatangi RS Mutiara Hati untuk mencari solusi, atas pemeriksaan salah satu dokter ditemukan ada yang bocor di dalam perut menuju serviks, sehingga kami dirujuk ke RSUD Wahidin Sudirohusodo Mojokerto.
Setelah diperiksa diketahui gula darah istri mencapai 440 dan ditengarai hal ini penyebab luka tak sembuh.
Setelah dilakukan observasi selama tiga 3 hari, istri sya kembali dioperasi dan ditemukan bagian dalam perut yang infeksi penuh nanah, bahkan mengalami kerusakan pada beberapa organ tubuh salah satunya kantung kemih yang robek hingga 6 Cm.
Setelah saya telusuri kembali melalui teman di RS Gatoel, ternyata pada operasi pertama test gula darah tidak dilakukan. Sebagai informasi saya dan istri tidak ada riwayat diabetes sebelumnya baik secara medis maupun genetis.
Beberapa hal yang jadi kekecawan kami untuk aduan ini adalah pertama, histerektomi adalah operasi besar kenapa RS Gatoel sembrono tidak melakukan tes gula darah.
Kedua, sikap buruk dan tidak profesional Dr. AR selama menangani istri saya dan yang ketiga beberapa kali kami ke IGD tapi tidak ada eskalasi ke poli atau dokter spesialis untuk merespon keluhan dengan tepat.
Istri saya dalam kondisi yang bahaya, tapi malah dapat luka tambahan baru akibat proses operasi yang dilakukan sehingga harus berlarut-larut di rumah sakit hingga saat ini.
Rasa sakit, sedih, kerugian materi maupun non materi tidak mendapatkan respon dari Dr. AR dan RS Gatoel, meski telah diinformasikan melalui kolega saya di RSUD tempat istri saya menjalani perawatan. (SUC)